Jika mendengar nama Sumatera Barat, maka yang lekat dalam ingatan kita pastinya rendang. Ya saya sangat suka makan rendang. Apalagi rendang nasi kapau di Pasar Ateh Bukittinggi. Lezatoss...
Namun, tidak hanya identik rendang, Sumatera Barat identik juga dengan Bapak Wakil Presiden RI yang pertama, yaitu Muhammad Hatta.
Namun, tidak hanya identik rendang, Sumatera Barat identik juga dengan Bapak Wakil Presiden RI yang pertama, yaitu Muhammad Hatta.
Bagian depan Museum Rumah Bung Hatta |
Ya, tepatnya di kota Bukittinggi-lah bapak ekonomi Indonesia ini
dilahirkan. Saya pernah membaca buku karangan Dr. Deliar Noer yang berjudul Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa. Sedikit banyak saya sudah
mengetahui profil Bung Hatta dari buku tersebut.
Tiba di Bukittinggi, saya langsung tertarik untuk mengunjungi museum Bung Hatta. Terlebih lagi, saat saya sedang berjalan kaki menuju Jam Gadang, di jalan, saya melihat patung Bung Hatta yang begitu besar. Di depannya terdapat tulisan Taman Monumen Bung Hatta Bukittinggi. Di depan Taman Monumen ini terdapat juga gedung yang bertuliskan Museum Bung Hatta. Wah, saya semakin tak sabar ingin melihat pernak-pernik yang berhubungan dengan Bung Hatta.
Tiba di Bukittinggi, saya langsung tertarik untuk mengunjungi museum Bung Hatta. Terlebih lagi, saat saya sedang berjalan kaki menuju Jam Gadang, di jalan, saya melihat patung Bung Hatta yang begitu besar. Di depannya terdapat tulisan Taman Monumen Bung Hatta Bukittinggi. Di depan Taman Monumen ini terdapat juga gedung yang bertuliskan Museum Bung Hatta. Wah, saya semakin tak sabar ingin melihat pernak-pernik yang berhubungan dengan Bung Hatta.
Sepulang berbelanja di area wisata Jam Gadang, saya menyebrangi jalan dan menuju gedung yang bertuliskan Museum Bung Hatta. Saya pikir, di sanalah saya dapat mengetahui kehidupan masa kanak-kanaknya. Oh ternyata tidak! Gedung megah itu adalah kantor. Info ini saya dapatkan dari security yang sedang berjaga di pintu gerbang. Security yang baik ini memberitahu saya bahwa Museum Rumah Bung Hatta berada di Pasar Bawah. Bukan di sini nona! Oh, gitu ya. Baiklah...
Saya mencari alamat yang dimaksud melalui aplikasi ojek online di gawai saya. Hmm... letaknya teryata cukup dekat dengan lokasi dimana saya berdiri sekarang. Cukup mengeluarkan ongkos Rp9.000,00 menggunakan ojek motor dan 15.000 ojek mobil. Oh baiklah, saya memutuskan pulang ke hotel terlebih dahulu. Sebab, saya menjadi sedikit bimbang. Langit sudah agak gelap. Pertanda hujan akan segera datang. Pulang dulu lah, sembari menimbang pergi hari ini atau esok saja.
Ternyata, saya memutuskan untuk pergi hari itu juga. Saya memesan ojek motor. Tak lama menunggu, Kang Ojek datang dan langsung mengantar saya ke Rumah Bung Hatta.
Lemari Tempat Koleksi Buku Bung Hatta |
Ternyata, saya memutuskan untuk pergi hari itu juga. Saya memesan ojek motor. Tak lama menunggu, Kang Ojek datang dan langsung mengantar saya ke Rumah Bung Hatta.
Kang Ojek menurunkan saya di depan Rumah. Saya berjalan masuk ke halaman rumah. Di depan pintu masuk sudah ada penjaganya. Seorang pria paruh baya dengan dialek khas tanah Minang. Saya mengisi buku tamu seraya bertanya berapa harga tiket masuk. Ternyata tiket masuk ke sini sukarela alias se-ikhlas-nya saja. Bapak penjaga menanyai dari mana saya berasal, profesi saya apa, dimana saya menginap, de el el. Setelah berbincang sekitar 10 menit, saya memutuskan untuk mengakhiri obrolan dan minta izin untuk masuk ke dalam. Dan, sebelum masuk saya diberi buku saku yang berisi perjalanan hidup Bung Hatta.
Kamar Tidur Utama |
Sepeninggalan sang bapak, saya merasa lebih leluasa untuk meng-explore dan mengambil gambar di setiap sudut. Mungkin, sang penjaga yang baik hati tadi membuat saya grogi... Hehehe
Meja Makan |
Tungku, Tempat Masak |
Sumur yang Tidak Difungsikan Lagi |
Bagian Teras Belakang |
Muhammad Hatta memiliki nama kecil Muhammad Atthar. Ia lahir di Bukittinggi pada tangal 12 Agustus 1902. Dan ia wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Jakarta pada usia 77 tahun. Ayahnya bernama Muhammad Djamil sedangkan ibunya bernama Saleha.
Tempat Meletakan Bendi |
Sewaktu kecil ia mengaji dan memperdalam ilmu agama di surau Inyiak Syech Jamil Djambek di Kampung Tengah Sawah Bukittinggi. Mewarisi sifat orangtuanya, Muhammad Hatta taat beragama dan mencintai kebenaran.
Kursi di Ruang Atas |
Masa Pendidikan Bung Hatta
Bung Hatta mulai mengenyam pendidikan formal di Sekolah Rakyat (SR). Namun ia berhenti dari sekolah tersebut dan pindah ke ELS (Europeesche Legere school) yang merupakan sekolah dasar pmasa kolonial Belanda di Indonesia. Ia sekolah di ELS sampai tahun 1913. Setelah lulus ia melanjutkan ke sekolah MULO (Meer Uitgebreid Larger Ondewijs) di Padang. MULO adalah sekolah tingkatan SMP pada masa kolonial Belanda.
Halaman Belakang Tampak Dari Lantai Atas |
Pada tahun 1921, Bung Hatta ke negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam.
Di Belanda Bung Hatta mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Suatu perkumpulan yang menolak kerjasama dengan Belanda ini kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Bung Hatta memperpanjang rencana studinya sehingga ia terpilh menjadi ketua PI pada tahun 1926. Sejak tahun 1926 hingga tahun 1930 secara berturut-turut Bung Hatta menjadi ketua PI. Di bawah kepemimpinannya PI berubah dari organisasi biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik Indonesia.
Pada tahun 1926, dengan tujuan untuk memperkenalkan nama Indonesia, Bung Hatta memimpin delegasi ke kongres Demokrasi Perdamaian di Prancis.
Kembali ke Indonesia
Pada tahun 1932, Bung Hatta berhasil menyelesaikan studinya di negeri Belanda. Sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Pada bulan Februari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintahan Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia yang diasuh oleh Bung Hatta.
Pintu Ruangan |
Nah, sekian dulu ya untuk bagian 1 ini. Nantikan perjalanan hidup Bung Hatta di bagian 2 dan 3. Sampai jumpa :)
wisata sejarah kayak gini perlu ya jun. dilakukan cuma karena anak2 masih kecil, masih mainnya ke wisata bermain, hahaha
BalasHapus