Sabtu, 08 Februari 2020

Jika mendengar nama Sumatera Barat, maka yang lekat dalam ingatan kita pastinya rendang. Ya saya sangat suka makan rendang. Apalagi rendang nasi kapau di Pasar Ateh Bukittinggi. Lezatoss...

Namun, tidak hanya identik rendang, Sumatera Barat identik juga dengan Bapak Wakil Presiden RI yang pertama, yaitu Muhammad Hatta.
Bagian depan Museum Rumah Bung Hatta


Ya, tepatnya di kota Bukittinggi-lah bapak ekonomi Indonesia ini dilahirkan. Saya pernah membaca buku karangan Dr. Deliar Noer yang berjudul Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa. Sedikit banyak saya sudah mengetahui profil Bung Hatta dari buku tersebut. 

Tiba di Bukittinggi, saya langsung tertarik untuk mengunjungi museum Bung Hatta. Terlebih lagi, saat saya sedang berjalan kaki menuju Jam Gadang, di jalan, saya melihat patung Bung Hatta yang begitu besar. Di depannya terdapat tulisan Taman Monumen Bung Hatta Bukittinggi. Di depan Taman Monumen ini terdapat juga gedung yang bertuliskan Museum Bung Hatta. Wah, saya semakin tak sabar ingin melihat pernak-pernik yang berhubungan dengan Bung Hatta.
Ruang Tamu di Lantai Dasar 

Sepulang berbelanja di area wisata Jam Gadang, saya menyebrangi jalan dan menuju gedung  yang bertuliskan Museum Bung Hatta. Saya pikir, di sanalah saya dapat mengetahui kehidupan masa kanak-kanaknya. Oh ternyata tidak! Gedung megah itu adalah kantor. Info ini saya dapatkan dari security yang sedang berjaga di pintu gerbang. Security yang baik ini memberitahu saya bahwa  Museum Rumah Bung Hatta berada di Pasar Bawah. Bukan di sini nona! Oh, gitu ya. Baiklah...
Kamar Bung Hatta, Tampak Meja Belajarnya

Saya mencari alamat yang dimaksud melalui aplikasi ojek online di gawai saya. Hmm... letaknya teryata cukup dekat dengan lokasi dimana saya berdiri sekarang. Cukup mengeluarkan ongkos Rp9.000,00 menggunakan ojek motor dan 15.000 ojek mobil. Oh baiklah, saya memutuskan pulang ke hotel terlebih dahulu.  Sebab, saya menjadi sedikit bimbang. Langit sudah agak gelap. Pertanda hujan akan segera datang. Pulang dulu lah, sembari menimbang pergi hari ini atau esok saja.
Lemari Tempat Koleksi Buku Bung Hatta

Ternyata, saya memutuskan untuk pergi hari itu juga. Saya memesan ojek motor. Tak lama menunggu, Kang Ojek datang dan langsung mengantar saya ke Rumah Bung Hatta.

Kang Ojek menurunkan saya di depan Rumah. Saya berjalan masuk ke halaman rumah. Di depan pintu masuk sudah ada penjaganya. Seorang pria paruh baya dengan dialek khas tanah Minang. Saya mengisi buku tamu seraya bertanya berapa harga tiket masuk. Ternyata tiket masuk ke sini sukarela alias se-ikhlas-nya saja. Bapak penjaga menanyai dari mana saya berasal, profesi saya apa, dimana saya menginap, de el el. Setelah berbincang sekitar 10 menit, saya memutuskan untuk mengakhiri obrolan dan minta izin untuk masuk ke dalam. Dan, sebelum masuk saya diberi buku saku yang berisi perjalanan hidup Bung Hatta.

Kamar Tidur  Utama
Bapak penjaga yang baik ini mengantar saya ke dalam rumah. Melihat-lihat setiap sudutnya seraya memberikan penjelasan. Baru berjalan berapa menit, saya merasa lebih nyaman jika membaca sendiri setiap informasi yang tertulis di sana. Maka sang bapak meninggalkan saya. Sebelum beliau undur diri tak lupa saya minta izin untuk mengambil gambar. Beliau sangat mempersilahkan.
Kamar Tidur Paman Bung Hatta
Sepeninggalan sang bapak, saya merasa lebih leluasa untuk meng-explore dan mengambil gambar di setiap sudut. Mungkin, sang penjaga yang baik hati tadi membuat saya grogi... Hehehe
Meja Makan
Siang itu, jumlah pengunjung sepi. Di dalam rumah hanya ada saya dan dua orang pelajar SMP yang masih berseragam sekolah. Mungkin karena hari itu weekdays, jadi jumlah pengunjung tak seramai saat weekend.
Tungku, Tempat Masak
Rumah masa kecil Bung Hatta ini terdiri dari dua lantai yang bergaya khas minangkabau tentunya. Semua pernak-pernik di dalam masih terawat dengan baik. Di dinding terdapat papan informasi beserta foto-foto Bung Hatta dan keluarganya. 
Sumur yang Tidak Difungsikan Lagi
Di dalam rumah terdapat beberapa kamar yang ditempat sang kakek, paman, dan anggota keluarga lainnya. Saya dapat melihat kamar dimana Bung Hatta dilahirkan. Sedangkan untuk kamar Bung Hatta terdapat di bagian paling depan. Di kamar itulah Bung Hatta menghabiskan waktunya untuk membaca dan belajar.
Bagian Teras Belakang
Di sini, saya membayangkan Bung Hatta kecil berlarian dari dalam rumah hingga ke pekarangan.
Bagian Belakang Rumah
Kelahiran Muhammad Hatta
Muhammad Hatta memiliki nama kecil Muhammad Atthar. Ia lahir di Bukittinggi pada tangal 12 Agustus 1902. Dan ia wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Jakarta pada usia 77 tahun. Ayahnya bernama Muhammad Djamil sedangkan ibunya bernama Saleha.
Tempat Meletakan Bendi
Muhammad Hatta dibesarkan di lingkungan keluaga ibunya. Ayahnya meninggal ketika ia berusia 8 bulan. Kemudian ibunya menikah lagi dengan Haji Ning. Dari pernikahan tersebut, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Haji Ning snagat sayang padanya. Saat berusia 5 tahun, barulah Hatta tahu bahwa Haji Ning bukan ayah kandungnya. Muhammad Hatta merupakan anak laki-laki satu-satunya. 
Tangga untuk Ke Lantai Atas
Masa Kecil Bung Hatta
Sewaktu kecil ia mengaji dan memperdalam ilmu agama di surau Inyiak Syech Jamil Djambek di Kampung Tengah Sawah Bukittinggi. Mewarisi sifat orangtuanya, Muhammad Hatta taat beragama dan mencintai kebenaran. 
Kursi di Ruang Atas
Hatta kecil masuk sekolah dasar di Bukittinggi pada Europee lagere School. Sekolah ini merupakan tempat pendidikan bagi anak-anak Eropa dan Indo. Beliau diperbolehkan sekolah di sana karena kakeknya orang yang berpengaruh dan merupakan hartawan yang disegani. 

Masa Pendidikan Bung Hatta
Bung Hatta mulai mengenyam pendidikan formal di Sekolah Rakyat (SR). Namun ia berhenti dari sekolah tersebut dan pindah ke ELS (Europeesche Legere school) yang merupakan sekolah dasar pmasa kolonial Belanda di Indonesia. Ia sekolah di ELS sampai tahun 1913. Setelah lulus ia melanjutkan ke sekolah MULO (Meer Uitgebreid Larger Ondewijs) di Padang. MULO adalah sekolah tingkatan SMP pada masa kolonial Belanda. 
Halaman Belakang Tampak Dari Lantai Atas
Sejak bersekolah di MULO ia mulai tertarik pada pergerakan. Kemudian pada tahun 1916, muulah perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, dll. Bung Hatta masuk ke dalam perkumpulan Jong Sumateranen Bond dan menjadi Bendahara.  

Pada tahun 1921, Bung Hatta ke negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam. 
Berfoto di Lantai Atas
Kehidupan Organisasi
Di Belanda Bung Hatta mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Suatu perkumpulan yang menolak kerjasama dengan Belanda ini kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). 

Bung Hatta memperpanjang rencana studinya sehingga ia terpilh menjadi ketua PI pada tahun 1926. Sejak tahun 1926 hingga tahun 1930 secara berturut-turut Bung Hatta menjadi ketua PI. Di bawah kepemimpinannya PI berubah dari organisasi biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik Indonesia. 
Perhatikan Waktu Kunjungan Ya

Pada tahun 1926, dengan tujuan untuk memperkenalkan nama Indonesia, Bung Hatta memimpin delegasi ke kongres Demokrasi Perdamaian di Prancis. 

Kembali ke Indonesia
Pada tahun 1932, Bung Hatta berhasil menyelesaikan studinya di negeri Belanda. Sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Pada bulan Februari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintahan Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia yang diasuh oleh Bung Hatta.  

Pintu Ruangan 
Lumayan lama saya menghabiskan waktu di Museum Rumah Bung Hatta ini. Ya, hujan turun sangat deras sehingga saya belum bisa kembali ke hotel. Sebelum keluar dari Museum tak lupa saya meminta bapak penjaga yang baik tadi untuk memotret saya. Maklum, saya datang seorang diri. agak kesulitan mendapatkan gambar  dengan  latar rumah yang utuh melalui selfi. Setelah selesai difoto, saya menuju kedai bakso di sampingnya. Saya memesan semangkuk bakso hangat seraya menunggu hujan reda.

Nah, sekian dulu ya untuk bagian 1 ini. Nantikan perjalanan hidup Bung Hatta di bagian 2 dan 3. Sampai jumpa :)