Beberapa
hari yang lalu, aku membaca berita yang menyedihkan. Media sosial penuh
dengan berita tentang seorang pemuda meninggal dunia di Bukit Kaba karena terjatuh ke
kawah. Terlepas dari apa penyebab dan alasannya aku turut prihatin mendengar kematian pemuda yang berasal dari desa Suban Ayam tersebut. Desa Suban Ayam terletak di kabupaten Rejang Lebong. Konon katanya, masyarakat asli Rejang Lebong
(suku Rejang) tidak boleh naik ke Bukit Kaba. Barang siapa yang nekat melakukanya akan
mendapatkan celaka. Waulahualam.
Berita
ini, menjadi topik hangat juga di rumah. Kebetulan, abang, saya, dan adek, menyukai
kegiatan alam bebas. Bahkan semasa kuliah, abang dan adek memang aktif di organisasi MAPALA. Sedangkan saya tidak.
Meskipun
tidak bergabung di organisasi pecinta alam, saya juga menyukai aktivitas di alam
terbuka seperti hiking, tracking, dan camping. Merasakan hidup di dalam hutan dengan segala
tantangannya selama 3-5 memberikan kesan mendalam dalam hidup saya. Walaupun setelah keluar dari hutan kulit saya biru-biru atau sedikit memar-memar karena
terbentur. Kulit bahu biasanya lecet karena menggendong carrier yang super berat. Belum lagi,
sisa-sisa gigitan binatang pacat yang menghitam (biasanya akan hilang setelah
lebih 2 minggu). Ya, tapi saya menikmati setiap resiko itu. Ya, itulah
seni berpetualang di alam bebas.
Oke.
Kembali ke laptop. Setelah membaca berita tersebut. Tiba-tiba saya merenungkan
kegiatan-kegatan alam bebas yang telah saya lakukan selama ini. Satu persatu kenangan muncul dalam
sebuah kaleidoskop.
Saya memiliki dua kenangan di Bukit Kaba.
Kenangan pertama adalah saat hiking semasa
kuliah. Membaca peristiwa di atas, saya kembali teringat perjalanan saat itu.
Saya dan 7 orang teman lainnya diserang oleh tawon tanah. Kami berlari kalang
kabut di tepi jurang. Alhamdullilah tidak ada yang
terjatuh.
Gigitan tawon tanah berbeda dengan spesies tawon-tawon
lainnya. Sekali menggigit, langsung berdarah. Mulut tawon tanah meninggalkan
lubang yang besar dikulit. Saya tidak dapat membayangkan apa yang dirasakan
teman saya saat itu, dari kepala hingga wajahnya penuh sengatan tawon. Akibat
serangan ini, beberapa teman langsung drop dan tidak dapat melanjutkan ke
puncak.
Saya merasa berdosa. Saat itu saya yang berjalan di
depan mungkin saja tidak sengaja menyenggol sarang tawon tersebut sehingga
menyebabkan mereka marah. Akhirnya, teman-teman yang berjalan di belakang saya
mendapat imbasnya. Baca juga Wisata Adrenalin Bukit Kaba
Akibat kejadian ini, satu orang teman yang mendapatkan
gigitan terparah terpaksa menginap di kabupaten Kepahyang karena harus dirawat
di puskesmas.
Kenangan kedua terjadi tepat setahun yang lalu. Kami berencana untuk membuka jalur baru menuju Bukit Kaba. Hal itu membuat kami mempelajari navigasi darat selama beberapa hari. Walaupun pada akhirnya kami gagal menemukan jalan dan putar arah. Pulang.
Kami hanya berhasil tiba di pergelangan kaki bukit.
Malam itu kami mendirikan bivak di kaki bukit dengan kemiringan 60 derajat.
Hujan terus mengguyur sore itu. Bayangkan betapa sulitnya hidup kami saat itu,
di tengah hujan yang deras kami harus membuat tanah yang miring menjadi
datar.
Kami terpaksa mendirikan bivak di tebing karena hari
sudah gelap, energi pun sudah habis untuk turun mencari tempat yang datar. Kami
bahu-membahu menebas rumput, mencari cangkah kayu, dan membuat aliran air agar
kami dapat beristirahat dengan nyaman (versi di dalam hutan).
Mataku sulit terpejam. Saat akan tidur, beberapa pacat
dan lipan (kelabang) lewat di sampingku. Taburan garam di sekeliling bivak tak
dapat menghalangi mereka untuk mendekatiku. Bismillah saja,
aku mencoba memejamkan mata. Suara pohon-pohon besar beradu di tengah hutan.
Akhirnya, aku pasrah jika pacat, lipan, bahkan ular masuk ke dalam sleeping
bag lalu menggigitku. Tapi, Alhamdullillah aku
baik-baik saja. Ketakutan itu tidak terjadi. Aku terjaga saat menyadari
pakaianku basah. Rupanya hujan tidak berhenti semalaman. Mengingat kenangan
ini, aku merinding sendiri. Gak mau lagi gan!
Ya, aku memang lumayan sering tidur di hutan. Tetapi kejadian di atas ter-ekstrem.
Pengalaman ini juga bikin pengen pensiun
Ini cerita tentang backpaker-an ke Curup, jaraknya
cukup dekat, sekitar 2-3 jam dari kota Bengkulu melewati pegunungan Liku 9.
Ya, setelah berpindah-pindah dari kebaikan satu ke
kebaikan lainnya, akhirnya kami menemukan mobil yang langsung menuju tempat
tujuan kami. Ah!! Beruntung sekali rasanya. Kami tidak perlu estafet dari satu
kendaraan ke kendaraan lain bermodalkan jempol tangan.
Mobil carry bak terbuka ini adalah mobil pengangkut
sayuran yang dikemudikan supir dan seorang kenek-nya. Menurut taksiranku,
mereka berumur di bawah 25 tahun. Mereka baru pulang dari mengantar sayur ke
kota. Ya, Curup adalah kota penghasil sayur-mayur terbesar di provinsi
Bengkulu.
Baru beberapa menit berjalan, tiba-tiba saja pintu
belakang mobil terbuka. Padahal beberapa teman menyandar di sana. Kami semua
terkejut. Mendengar teriakan kami mobil berhenti. Supir turun dan memeriksa
keadaan kami.
“Abang/Ayuk pintu mobilnyo la rusak. Jangan nyender
yo.... duduk di depan bae.... lupo ngasih tau tadi”
Yaela Mang.... kasih tau kek sebelom kami naik. Agak
kesel juga. Numpang ya numpang. Ga gitu juga kali.
Tapi, syukurlah tidak terjadi apa-apa. Kami selamat. Dalam perjalanan menuju Curup jantung kami selalu berdegup kencang. Ya, sopir ketjeh ini mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi dan selalu mengambil jalur tengah atau kanan. Kami pasrah, jika mobil ini pada akhirnya adu kambing dengan kendaraan lainnya.
Baru merasa sedikit lega tiba-tiba peristiwa ekstrem
lainnya kembali di depan mata kami. Tiba di pegunungan Liku 9, kami melihat
mobil masuk jurang. Setelah dilihat, ternyata penumpangnya adalah teman-teman
sesama backpacker. Waduhh.... mobil yang kami tumpangi dan kendaraan lainnya ikut berhenti. Para
pria bahu- membahu mengeluarkan mobil dari dalam jurang. Jalanan sempat macet
sekitar satu jam. Tetapi syukurlah, tidak ada korban jiwa. Teman-teman hanya
mengalami luka-luka ringan dan trauma yang mendalam pastinya
Ya begitulah nasib backpacker. Siapa yang mau tanggug
jawab nyawa.
Pengalaman-pengalaman seperti ini
terkadang membuat saya ingin pensiun segera.
Oke guys!!! Saya cukupkan dulu ya. Next time saya lanjutkan lagi.....
Catatan: foto-foto yang digunakan adalah koleksi pribadiWisata Adrenalin Bukit Kaba (Explore Bengkulu)
|
Rabu, 20 Desember 2017
TERPIKIR (TERKADANG) UNTUK PENSIUN (Part 1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Hmmmmm
BalasHapusKalau kata aku sih nggak harus pensiun juga sih mbak
Maybe bisa dikurangi aja jatah-jatahnya, atau dikurangi tingkat ke ekstriman nya, maybe bisa ke tempat tempat yang lebih nggak sulit
Jadi hobi tetap tersalurkan keselamatan tetap terjaga hehe
Tapi maybe kalau mau fokus keeee.. katakanlah, anak dan suami. Mungkin bisa pensiun deh uhuk uhuk
Iya juga ya, boleh juga ide-nya ^^
HapusTapi kalo kegiatan begitu udh jd hobby, pasti susah banget ya mba utk bener2 pensiun. Krn bakal kepikiran dan mungkin ada rasa kangen pgn ngerasain lg. Kayak aku yaa, hobi bgt traveling. Hobi banget melakukan hal ekstrem. Tp bukan seperti trekking dan naik gunung. Kalo itu aku ga sanggub. Dan ga suka juga.
BalasHapusEkstreme pilihanku, itu kyk bungy jumping, rollercoaster yg masuk rekor dunia, rafting, parasailing dan yg setipe gitu. Untuk berhenti, sampe skr blm kepikiran. Walopun kdg baca berita2 ttg kecelakaan saat bungy, ato ada pengaman yg lepas pas naik rollercoaster, bikin takut sih. Tapi blm bisa bikin aku totally berhenti. Palingan yg aku lakuin, lbh hati2 memilih provider yg menyediakan permainan ekstreme begitu. Jgn tergiur murah doang.
Iya nih... kalo berenti pasti kepikiran terus, tapi kalo lihat kejadian2 na'as-nya jadi pingin berenti... heheh
HapusSuka kagum sama yang suka traveling beginian...harus kuat fisiknya ya :D
BalasHapusFisik harus kuat luar dalam... sebelum berangkat persiapan total, jangan sampe nyusahin temen seperjalanan ^^
HapusDulu aku juga suka naik gunung dan kegiatan outdoor lainnya. Namun sudah setahun in ga naik gunung sama sekali.
BalasHapusPernah kepikiran buat "pensiun" dri itu semua, namun yaa ttp aja kdg rindu menikmati suasana gunung, hutan dan tawa canda teman seperjalanan.
Sekarang masih sering camping ceria. Mungkin tahun depan dan jika ada waktu, bisalah sesekali naik gunung lagi dg lebih santai dan menikmati perjalanannya. Hiks 😁
Kayaknya gak perlu pensiun deh mba, mbak bisa coba destinasi lain yg kira2 lumanyan aman bagi kita cewek. Hehe
BalasHapushahaha.... ngeri sekali tidur di hutan ya Mbak.
BalasHapusSaya suka puncak gunung, tapi tidak se ekstrem ini mbak.
Apalagi tidur ditemani binatang kecil yang melata. aduh.... ngeri dah.
Mau tidur di atas pohon takut ada ularnya.
Pensiun aja mbak. Heehe... saran sih...
Tabik! saya Idrus Gorontalo.
Warna warni mbolang di hutan.. ngeri.. kl misal bisa kemah d tempat yang lbh aman. Prefer yg lbh aman aja.. hehe
BalasHapusWaa aku ngebayanginnya kayak film kingkong itu jadinya, mbak. Ngeri euy. Tapi salut sama hobinya. Saya jalan kaki aja nggak tahan lama-lama. Heu
BalasHapusAku sudah pensiun naik Gunung atau masuk hutan sejak kena asam urat enggak bisa jalan jauh hiks
BalasHapustidak ada kata pensiun untuk yang satu ini, bahkan kalau sudah menikah pengen muncak barang makmum :v
BalasHapusSya jg prnah di serang oleh puluhan tawon ktika jelajah ke satu sungai di hutan, plang dri sana langsung demam. Tp nggk bsa bayangin klau smpe diserang tawon tanah.
BalasHapusWww.rahmataulia.com
Wah keren mbak pengin ih bs muncak.. Tp skrg carinya destinasi yg datar2 aja.. Jangan pensiun mbak. Tar kangen lho
BalasHapusEntah kenapa ya, kalau udah jalan2 gini pasti kepingin resign atau pensiun dari kerjaan ya.
BalasHapushahahhahaa...
seru ceritanyaa
Baca tulisan mbak junita..saya jadi ingat dulu pernah juga jalan sampai ke puncak bukit kaba cuma berlima,pake sendal dan bekal sebotol air mineral, emang sih gak menginap. sampai atas foto2 langsung balik.
BalasHapusBaca tulisan mbak junita..saya jadi ingat dulu pernah juga jalan sampai ke puncak bukit kaba cuma berlima,pake sendal dan bekal sebotol air mineral, emang sih gak menginap. sampai atas foto2 langsung balik.
BalasHapusSeru euy kisahnya! Yakin mau pensiun dari kegiatan halan-halan? Susah lho Mbak, haha!
BalasHapusKalau saya nggak pengen pensiun traveling Mbak, tapi pengen pensiun dari kerjaan untuk bisa terus traveling!
Jadi ingat ceritamu yang buka jalur waktu direjang lebong itu jun, benar benar semangat
BalasHapusWalaaah pengalamannya ekstrim banget ya. Saya masih takut jelajah alam yg serem2.
BalasHapusJadi kepengen jalan ke sana mbak. Aku belum pernah lho ke bukit kaba, hu um
BalasHapusWidih mbaknya ekstrim juga :D Seumur ini saya belum pernah sekalipun hiking naik gunung, agak gimana gitu sama tempat tinggi. Paling tinggi cuma ke dempo itu juga naik mobil. Maklumlah anak pantai jadi hobinya ke laut aja.
BalasHapusBerasa ikut berpetualang bersama Mb Juni. Udah pensiun aja #eh dan mendapat kerja yg bisa ngejalanin hobi, Aamiin. Ish aku jadi rindu berpetualang kayak gini, hiks
BalasHapus